Seorang wartawan yang sedang kelelahan sedang duduk di mesjid setelah shalat maghrib. Dengan perut keroncongan, Ia mencari-cari penjual makanan di sekitarnya, namun tak ada yang lewat. Dari wajahnya, tampak raut wajah yang sedang kecewa.
Ternyata, wartawan tersebut sedang kecewa berat karena pertemuan dengan tokoh yang akan diwawancarai gagal bertemu. Bagaimana tidak kecewa, sudah semenjak siang dia mencoba menemui tokoh tersebut. Di awali dari janji di kantor, tokoh tersebut membatalkan janjinya beberapa saat sebelum bertemu karena ada kepentingan mendadak. Kemudian wartawan ini menuju hotel ke tempat tokoh itu meeting, dia menunggu tokoh tersebut selama 2 jam. Namun sialnya, sang tokoh keluar melalui pintu samping hotel, sehingga tidak dapat bertemu dengan wartawan.
Tidak pantang menyerah, wartawan ini mencari tahu keberadaan tokoh yang ingin diwawancarai. Dia pun mendapat informasi bahwa orang yang dicarinya sudah pulang ke rumahnya di sebuah kompleks perumahan elite.Tanpa pikir panjang, wartawan tersebut langsung tancap gas. Dengan motor tuanya, dia mendatangi perumahan tersebut. Akhirnya dia menemukan rumah si pejabat.
"Aduh, maaf mas, Bapaknya barusan pergi lagi. Ada pertemuan lagi katanya. Tapi, Bapak tidak bilang dimana." Kata penghuni rumah.
Putuslah harapan sang wartawan, Dia pun pergi. Berkali-kali dia coba mengontak si pejabat, tetapi berkali-kali pula ponselnya tidak diangkat. Sudah terbayang di pikirannya akan ditegur oleh atasannya kerena tidak mendapatkan berita.
Saat duduk di mesjid, dia melihat seorang kakek yang baru saja menunaikan shalat maghrib. Dipandanginya kakek itu. Tampangnya sangat tidak menyakinkan: tinggi, kurus, jambang putihnya tidak terurus, pakaiannya sangat sederhana dan sudah luntur warnanya, sandal jepitnya pun sudah butut.
Kakek itu menghampiri sebuah tanggungan kayu bakar. Lalu, mengambil topi dan duduk melepas lelah tak jauh dari tempat si Wartawan. Kerutan wajahnya yang hitam terbakar matahari seakan tampak makin mengerut karena kelelahan.
"Cep, peryogi suluh hanteu? Peserlah suluh anu Bapa, ieu ti enjing-enjing teu acan pajeng!" Kata Pak Tuakepada si Wartawan. Maksudnya, dia menawarkan kayu bakar yang dibawanya karena sejak dari pagi tidak laku-laku.
"Punten Bapa, abdi di Bumi teu nganggo suluh (Maaf Bapak, saya di rumah tidak menggunakan kayu bakar)." Ujar Pak Tua penjual kayu bakar itu.
"Oh muhun, teu sawois, Mangga atuh, Bapa tipayun (Oh iya, nggak apa-apa. Kalau begitu permisi, Bapak duluan)." Ujar Pak Tua penjual kayu bakar itu.
Sebelum Pak Tua itu pergi, si Wartawan segera mengambil dompet. Dilihatnya hanya ada uang sepuluh ribu, satu-satunya, ditambah beberapa keping uang receh. Itulah hartanya yang tertinggal pada hari itu untuk makan dan membeli bensin. Namun, semua itu diabaikan. Dia berikan uang sepuluh ribu itu kepada Pak Tua. Walau awalnya menolak, tapi akhirnya dia menerimanya pula.
Walau hanya sepuluh ribu, itu telah mengubah segalanya. Dia telah mencoba untuk membagi rasa bahagia kepada saudaranya yang dalam kesusahan, Allah swt. pun membalasnya dengan memberikan rasa bahagia ke hatinya.
Rasa lapar, penat, dan hati dongkol yang sebelumnya langsung hilang sirna berganti kelapangan dan kebahagiaan. Uang sepuluh ribu itu benar-benar memberikan kepuasan yang sensasinya sulit terlupakan. Dia tidak bisa berkata apa-apa selain dari tetesan air mata bahagia. "Terima kasih, ya Allah, engkau telah memberiku rezeki sehingga bisa berbagi." gumamnya.
Tak lama kemudian, ponselnya tiba-tiba berbunyi, dilihatnya pesan dari atasannya kalau dia tidak perlu lagi mengejar pejabat tadi karena ada narasumber lain yang lebih kompeten yang siap diwawancara seorang rekannya. Dia hanya diberi penugasan untuk meliputi sebuah acara syukuran di salah satu hotel berbintang.
Karunia Allah tidak berakhir sampai disitu. Di sela-sela acara liputan hotel tersebut, sang Wartawan dipersilakan oleh panitia untuk menikmati hidangan mewah yang tersedia. Menjelang pulang, dia mendapatkan sebuah doorprize dan beberapa buah bingkisan ucapan terima kasih dari pihak penyelenggara. "Malam yang indah ...." Ujarnya.